Manual Pendukung Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah
InformasiGuru.com -
Posting Komentar
Download Buku Manual Pendukung Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah untuk Jenjang Sekolah Menengah Pertama/SMP pdf
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 menyatakan perlunya sekolah menyisih- kan waktu secara berkala untuk pembiasaan membaca sebagai bagian dari pe- numbuhan budi pekerti. Meskipun begitu, banyak referensi menegaskan bahwa program membaca bebas tidak cukup hanya sekadar menyediakan waktu tertentu (misalnya lima belas menit setiap hari) bagi peserta didik untuk membaca. Agar program membaca bebas dapat berjalan dengan baik, sekolah perlu memastikan bahwa warga sekolah memiliki persepsi dan pemahaman yang sama tentang prin- sip-prinsip kegiatan membaca bebas dan bagaimana cara pelaksanaan dan penge- lolaan program (Pilgreen, 2000). Di sinilah pentingnya dilakukan pelatihan staf (guru dan tenaga kependidikan) yang akan menjadi Tim Literasi Sekolah (TLS). Tujuan dari pelatihan staf untuk pembentukan TLS adalah untuk membantu para guru; membuat dan menyepakati petunjuk praktis pelaksanaan program mem- baca di tingkat sekolah; menjalankan peran mereka sebagai fasilitator yang mem- bantu peserta didik agar terhubung secara emosi dan pikiran dengan buku.
Dalam konteks sekolah, subjek dalam kegiatan literasi adalah semua warga se- kolah, yakni peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan (pustakawan), dan kepala sekolah (cf. Wedarti dan Kisyani (Ed.), 2016). Secara lebih khusus, supaya tugas pokok dan fungsi lebih fokus dan terjaga, kepala sekolah perlu membentuk TLS yang dikuatkan dengan Surat Keputusan (SK) atau Surat Tugas (ST). Semua komponen warga sekolah hendaknya berkolaborasi dengan TLS di bawah koor- dinasi kepala sekolah. Dalam ekosistem sekolah, TLS diharapkan mampu me- mastikan dan mengembangkan terciptanya suasana akademik yang kondusif dan literat yang mampu membuat seluruh anggota komunitas sekolah antusias untuk belajar.
Berikut adalah tautan Download Buku Manual Pendukung Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah untuk Jenjang Sekolah Menengah Pertama/SMP pdf:
Berikut adalah kutipan isi dari Buku Manual Pendukung Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah untuk Jenjang Sekolah Menengah Pertama/SMP tersebut:
Dalam konteks Gerakan Literasi Sekolah (GLS), TLS merupakan tulang pung- gung yang perlu terus diperkuat dan dikembangkan. Berikut ini adalah alternatif langkah-langkah pelaksanaan pembentukan TLS di SMP.
Kepala sekolah mencermati para guru yang diyakini dapat menumbuhkem- bangkan literasi di sekolah, yakni guru bahasa dan guru mata pelajaran lain yang peduli terhadap literasi.
Kepala sekolah dengan kewenangannya atau melalui rapat menetapkan TLS yang terdiri atas minimal satu guru bahasa, satu guru mata pelajaran lain, serta satu petugas perpustakaan/tenaga kependidikan.
Kepala sekolah menugasi TLS dengan surat keputusan atau surat penugasan resmi(diharapkan ke depan surat keputusan atau surat tugas ini dapat di-perhitungkan sebagai tugas tambahan yang dapat dihargai sama dengan jam mengajar) .
Para personel TLS diberi kesempatan(ditugasi) mengikuti pelatihan-pela- tihan atau workshop literasi sebagai wujud pengembangan profesional ten-
tang literasi. Hal itu dapat dilakukan melalui kerja sama dengan institusi terkait atau pihak eksternal (perguruan tinggi, dinas pendidikan, dinas perpustakaan, atau berbagi pengalaman dengan sekolah lain). Bahkan dimungkinkan pula ada- nya pendampingan dari pihak eksternal.
Ketika banyak pihak meyakini Asia akan menjadi pusat perekonomian dunia, Jorgan Moller (2011) dalam bukunya yang berjudul Asia Can Shape the World, mengingatkan pentingnya pendidikan. Dia menyatakan bahwa dalam menyong- song perannya sebagai lokomotif ekonomi dunia, pendidikan yang bermutu ba- gus di Asia mampu berfungsi sebagai kekuatan yang memiliki energi yang luar biasa besar. Sebaliknya pendidikan bermutu buruk akan menjadi penghambat bagi laju perkembangan Asia sendiri.
Buku sebagai sumber ilmu, merupakan salah satu aspek yang tidak bisa terlepas dari dunia pendidikan. Jorge Luis Borges, penulis kenamaan Argentina, pernah mengungkapkan, di antara semua instrumen manusia yang paling penting, tidak diragukan lagi, adalah buku. Dia mengumpamakan sebagaimana halnya sebuah mikroskop atau teleskop bagi penglihatan, lalu telepon bagi pendengaran atau suara, maka buku adalah kepanjangan dari ingatan dan imajinasi.
Kelemahan peserta didik saat ini adalah kemampuan menganalisis data, baik be- rupa data uraian kalimat maupun data berupa angka (cf. Samani, 2012). Padahal menurut kajian Wagner (2008) kemampuan penting yang diperlukan pada perce- patan arus informasi seperti saat ini adalah kemampuan berpikir kritis (critical thinking), termasuk cara menganalisis informasi yang diterima untuk kemudian diolah dan disampaikan kembali. Dengan kata lain, kemampuan membaca kritis dalam kegiatan literasi menjadi hal yang paling mendasar dan perlu ditanamkan bagi anak didik di sekolah, terutama peserta didik Sekolah Menengah Pertama. Literasi menjadi sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari pendidikan karena men- jadi sarana untuk mengenal, memahami, dan mengaplikasikan pengetahuan yang didapat di lingkungan sekolah ataupun di rumah.
Salah satu alasan penguatan budaya literasi dengan pembiasaan membaca di rumah adalah pandangan dari perspektif perkembangan kognitif menurut teori Piaget. Dikatakan bahwa pada usia remaja (12–17 tahun) seorang anak telah men- capai kemampuan berpikir logis dari berbagai gagasan yang abstrak. Usia SMP/ MTs juga disebut sebagai usia seseorang mengalami perkembangan penalaran moral (moral development), yang berkaitan dengan konvensi atau aturan tak ter- tulis yang harus dilakukan dalam berinteraksi dengan dengan orang lain. Hal lain yang menonjol dalam usia remaja adalah berkurangnya durasi waktu untuk ber- interaksi dengan orang tua dan lebih banyak menggunakan waktunya untuk ber- interaksi dengan dunia luas. Oleh sebab itu, pembiasaan membaca di rumah ini diharapkan dapat dibangun hubungan komunikasi yang lebih baik di dalam kelu- arga sebagai upaya pengembangan budaya literasi di rumah.
Literasi merupakan keterampilan penting dalam hidup. Sebagian besar proses pendidikan bergantung pada kemampuan dan kesadaran literasi. Budaya literasi yang tertanam dalam diri peserta didik memengaruhi tingkat keberhasilannya, baik di sekolah maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal yang paling mendasar dalam praktik literasi adalah kegiatan membaca. Kete- rampilan membaca merupakan fondasi untuk mempelajari berbagai hal lainnya. Kemampuan ini penting bagi pertumbuhan intelektual peserta didik. Melalui membaca peserta didik dapat menyerap pengetahuan dan mengeksplorasi dunia yang bermanfaat bagi kehidupannya.
Membaca memberikan pengaruh budaya yang amat kuat terhadap perkembang- an literasi peserta didik. Sayangnya, sampai saat ini prestasi literasi membaca pe- serta didik di Indonesia masih rendah, berada di bawah rata-rata skor internasi- onal. Dari laporkan hasil studi yang dilakukan Central Connecticut State University di New Britain, diperoleh informasi bahwa kemampuan literasi Indonesia berada pada peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei (Jakarta Post, 2016).
Rendahnya literasi membaca tersebut akan berpengaruh pada daya saing bangsa dalam persaingan global. Kemampuan literasi sangat penting untuk keberhasilan individu dan negara dalam tataran ekonomi berbasis pengetahuan di percaturan global pada masa depan (Miller, 2016). Hal ini memberikan penguatan bahwa ku- rikulum wajib baca penting untuk diterapkan dalam pendidikan di Indonesia. Manual ini diharapkan dapat memberikan fondasi dan arahan bagi SMP dalam menerapkan kurikulum wajib baca. Tidak tertutup kemungkinan contoh-contoh yang tersaji di sini dapat dikembangkan lagi sehingga SMP menjadi semakin kre- atif dan novatif.
Demikian tulisan tentang
Posting Komentar untuk "Manual Pendukung Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah"
Masukan dari Anda Terhadap Tulisan Kami Akan Sangat Kami Apresiasi. Terima Kasih dan Selamat Berpartisipasi!