Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
InformasiGuru.com -
Posting Komentar
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Berikut adalah tautan Download Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Download Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Berikut adalah kutipan dari Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tersebut
Menimbang:
a. bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah;
b. bahwa untuk mewujudkan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu pengaturan Pengadaan Barang/Jasa yang memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar- besarnya (value for money) dan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan berkelanjutan;
c. bahwa Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Mengingat:
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601).
MEMUTUSKAN: Menetapkan:
PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan:
1. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan.
2. Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
3. Lembaga adalah organisasi non-Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
5. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
6. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disingkat LKPP adalah lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
7. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Perangkat Daerah.
8. Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBN yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
9. Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBD yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat Daerah.
10. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/ KPA untuk mengambil keputusan dan/ atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah.
11. Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat UKPBJ adalah unit kerja di
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjadi pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa.
12. Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh pimpinan UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia.
13. Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan/atau E-purchasing.
14. Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PjPHP adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa.
15. Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PPHP adalah tim yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa.
16. Agen Pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang melaksanakan sebagian atau seluruh pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang diberi kepercayaan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai pihak pemberi pekerjaan.
17. Penyelenggara Swakelola adalah Tim yang menyelenggarakan kegiatan secara Swakelola.
18. Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah Pejabat Fungsional yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.
19. Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat RUP adalah daftar rencana
Pengadaan Barang/Jasa yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah.
20. E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa adalah pasar elektronik yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa pemerintah.
21. Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah layanan pengelolaan teknologi informasi untuk memfasilitasi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.
22. Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah.
23. Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola yang selanjutnya disebut Swakelola adalah cara memperoleh barang/jasa yang dikerjakan sendiri oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah, Kementerian / Lembaga/ Perangkat Daerah lain, organisasi kemasyarakatan, atau kelompok masyarakat.
24. Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
25. Kelompok Masyarakat adalah kelompok masyarakat yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa dengan dukungan anggaran belanja dari APBN/APBD.
26. Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia adalah cara memperoleh barang/jasa yang • disediakan oleh Pelaku Usaha.
27. Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
28. Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah Pelaku Usaha yang menyediakan barang/jasa berdasarkan kontrak.
29. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh Pengguna Barang.
30. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.
31. Jasa Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir.
32. Jasa Lainnya adalah jasa non-konsultansi atau jasa yang membutuhkan peralatan, metodologi khusus, dan/ atau keterampilan dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
33. Harga Perkiraan Sendiri yang selanjutnya disingkat HPS adalah perkiraan harga barang/jasa yang ditetapkan oleh PPK.
34. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi.
35. Pembelian secara Elektronik yang selanjutnya disebut E-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik.
36. Tender adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.
37. Seleksi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi.
38. Tender/Seleksi Internasional adalah pemilihan Penyedia Barang/Jasa dengan peserta pemilihan dapat berasal dari pelaku usaha nasional dan pelaku usaha asing.
39. Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.
40. Pengadaan Langsung Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
41. Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa
Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
42. E-reverse Auction adalah metode penawaran harga secara berulang.
43. Dokumen Pemilihan adalah dokumen yang ditetapkan oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam pemilihan Penyedia.
44. Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara
PA/ KPA/PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola.
45. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
46. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
47. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
48. Surat Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan adalah jaminan tertulis yang dikeluarkan oleh Bank Umum/ Perusahaan Penjaminan/ Perusahaan Asuransi/ lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia.
49. Sanksi Daftar Hitam adalah sanksi yang diberikan kepada peserta pemilihan/Penyedia berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa di seluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah dalam jangka waktu tertentu.
50. Pengadaan Berkelanjutan adalah Pengadaan Barang/Jasa yang bertujuan untuk mencapai nilai manfaat yang menguntungkan secara ekonomis tidak hanya untuk Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah sebagai penggunanya tetapi juga untuk masyarakat, serta signifikan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dalam keseluruhan siklus penggunaannya.
51. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa adalah strategi Pengadaan Barang/Jasa yang menggabungkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa sejenis.
52. Keadaan Kahar adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam kontrak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi.
53. Kepala Lembaga adalah Kepala LKPP.
Pasal 2
Ruang lingkup pemberlakuan Peraturan Presiden ini meliputi:
a. Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD;
b. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman dalam negeri dan/atau hibah dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; dan/atau
c. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri.
Pasal 3
(1) Pengadaan Barang/Jasa dalam Peraturan Presiden ini meliputi:
a. Barang;
b. Pekerjaan Konstruksi; c. Jasa Konsultansi; dan d. Jasa Lainnya.
(2) Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi. (3) Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
a. Swakelola; dan/atau b. Penyedia.
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, PRINSIP, DAN ETIKA PENGADAAN BARANG/JASA
Bagian Kesatu
Tujuan Pengadaan Barang/Jasa
Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk:
Pasal 4
a. menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;
b. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
c. meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah;
d. meningkatkan peran pelaku usaha nasional;
e. mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian;
f. meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
g. mendorong pemerataan ekonomi; dan h. mendorong Pengadaan Berkelanjutan.
Bagian Kedua
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa meliputi:
Pasal 5
a. meningkatkan kualitas perencanaan Pengadaan Barang/Jasa;
b. melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang lebih transparan, terbuka, dan kompetitif;
c. memperkuat kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia Pengadaan Barang/Jasa;
d. mengembangkan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa;
e. menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, serta transaksi elektronik;
f. mendorong penggunaan barang/jasa dalam negeri dan Standar Nasional Indonesia (SNI);
g. memberikan kesempatan kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah;
h. mendorong pelaksanaan penelitian dan industri kreatif; dan i. melaksanakan Pengadaan Berkelanjutan.
Bagian Ketiga
Prinsip Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 6
Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip sebagai berikut:
a. b. c. d. e. f. g. efisien; efektif; transparan; terbuka; bersaing; adil; dan akuntabel.
Bagian Keempat
Etika Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 7
(1) Semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut:
a. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
b. bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa;
c. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat;
d. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait;
e. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa;
f. menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara;
g. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan
h. tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.
(2) Pertentangan kepentingan pihak yang terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dalam hal:
a. Direksi, Dewan Komisaris, atau personel inti pada suatu badan usaha, merangkap sebagai Direksi, Dewan Komisaris, atau personel inti pada badan usaha lain yang mengikuti Tender/ Seleksi yang sama;
b. konsultan perencana/pengawas dalam Pekerjaan Konstruksi bertindak sebagai pelaksana Pekerjaan Konstruksi yang direncanakannya / diawasinya, kecuali dalam pelaksanaan pengadaan pekerjaan terintegrasi;
c. konsultan manajemen konstruksi berperan sebagai konsultan perencana;
d. pengurus/manajer koperasi merangkap sebagai PPK/ Pokja Pemilihan/ Pejabat Pengadaan pada pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah;
e. PPK/ Pokja Pemilihan/ Pejabat Pengadaan baik langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau menjalankan badan usaha Penyedia; dan/ atau
f. beberapa badan usaha yang mengikuti Tender/ Seleksi yang sama, dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung oleh pihak yang sama, dan/atau kepemilikan sahamnya lebih dari 50% (lima puluh persen) dikuasai oleh pemegang saham yang sama.
BAB III
PELAKU PENGADAAN BARANG/JASA
Bagian Kesatu
Pelaku Pengadaan Barang/Jasa
Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:
a. PA;
b. KPA;
c. PPK;
d. Pejabat Pengadaan;
e. Pokja Pemilihan;
f. Agen Pengadaan;
g. PjPHP/PPHP;
h. Penyelenggara Swakelola; dan i. Penyedia.
Bagian Kedua
Pengguna Anggaran
Pasal 9
(1) PA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a memiliki tugas dan kewenangan:
a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;
b. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan;
c. menetapkan perencanaan pengadaan;
d. menetapkan dan mengumumkan RUP;
e. melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa;
f. menetapkan Penunjukan Langsung untuk Tender/ Seleksi ulang gagal;
g. menetapkan PPK;
h. menetapkan Pejabat Pengadaan;
i. menetapkan PjPHP/PPHP;
j. menetapkan Penyelenggara Swakelola;
k. menetapkan tim teknis;
l. menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan melalui Sayembara/Kontes;
m. menyatakan Tender gagal/Seleksi gagal; dan
n. menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode pemilihan:
1. Tender/ Penunjukan Langsung/ E-purchasing untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit di atas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau
2. Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai
Pagu Anggaran paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) PA untuk pengelolaan APBN dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada KPA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(3) PA untuk pengelolaan APBD dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a sampai dengan huruf f kepada KPA.
Bagian Ketiga
Kuasa Pengguna Anggaran
Pasal 10
(1) KPA dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b melaksanakan
pendelegasian sesuai dengan pelimpahan dari PA.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA berwenang menjawab Sanggah
Banding peserta Tender Pekerjaan Konstruksi.
(3) KPA dapat menugaskan PPK untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang terkait dengan:
a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan/atau
b. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan. (4) KPA dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
(5) Dalam hal tidak ada personel yang dapat ditunjuk sebagai PPK, KPA dapat merangkap sebagai PPK.
Bagian Keempat
Pejabat Pembuat Komitmen
Pasal 11
(1) PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas:
a. menyusun perencanaan pengadaan;
b. menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);
c. menetapkan rancangan kontrak;
d. menetapkan HPS;
e. menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia;
f. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
g. menetapkan tim pendukung;
h. menetapkan tim atau tenaga ahli;
i. melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
j. menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
k. mengendalikan Kontrak;
l. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/ KPA;
m. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/ KPA dengan berita acara penyerahan;
n. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan o. menilai kinerja Penyedia.
(2) Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/ KPA, meliputi:
a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan
b. mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.
(3) PPK dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
Bagian Kelima
Pejabat Pengadaan
Pasal 12
Pejabat Pengadaan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d memiliki tugas:
a. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Pengadaan Langsung;
a. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
b. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan
c. melaksanakan E-purchasing yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Bagian Keenam
Kelompok Kerja Pemilihan
Pasal 13
(1) Pokja Pemilihan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e memiliki tugas:
a. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia;
b. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia untuk katalog elektronik; dan c. menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode pemilihan:
1. Tender/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan
2. Seleksi/ Penunjukan Langsung untuk paling miliar paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai Pagu Anggaran paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan 3 (tiga) orang.
(3) Dalam hal berdasarkan pertimbangan kompleksitas pemilihan Penyedia, anggota Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah sepanjang berjumlah gasal.
(4) Pokja Pemilihan dapat dibantu oleh tim atau tenaga ahli.
Bagian Ketujuh
Agen Pengadaan
Pasal 14
(1) Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f dapat melaksanakan Pengadaan
Barang/Jasa.
(2) Pelaksanaan tugas Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mutatis mutandis dengan tugas Pokja Pemilihan dan/atau PPK.
(3) Pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dan/atau PPK dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Agen Pengadaan diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga.
Bagian Kedelapan
Pejabat/Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan
Pasal 15
(1) PjPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf g memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) PPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf g memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Bagian Kesembilan
Penyelenggara Swakelola
Pasal 16
(1) Penyelenggara Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf h terdiri atas Tim Persiapan, Tim Pelaksana, dan/atau Tim Pengawas.
(2) Tim Persiapan memiliki tugas menyusun sasaran, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan rencana biaya.
(3) Tim Pelaksana memiliki tugas melaksanakan, mencatat, mengevaluasi, dan melaporkan secara berkala kemajuan pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran.
(4) Tim Pengawas memiliki tugas mengawasi persiapan dan pelaksanaan fisik maupun administrasi
Swakelola.
Bagian Kesepuluh
Penyedia
Pasal 17
(1) Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i wajib memenuhi kualifikasi sesuai dengan barang/jasa yang diadakan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas:
a. pelaksanaan Kontrak;
b. kualitas barang/jasa;
c. ketepatan perhitungan jumlah atau volume;
d. ketepatan waktu penyerahan; dan
BAB IV PERENCANAAN PENGADAAN
Bagian Kesatu
Perencanaan Pengadaan
Pasal 18
(1) Perencanaan pengadaan meliputi identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, cara, jadwal, dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa.
(2) Perencanaan pengadaan yang dananya bersumber dari APBN dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L) setelah penetapan Pagu Indikatif.
(3) Perencanaan Pengadaan yang dananya bersumber dari APBD dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perangkat Daerah (RKA Perangkat Daerah) setelah nota kesepakatan Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
(4) Perencanaan pengadaan terdiri atas:
a. Perencanaan pengadaan melalui Swakelola; dan/ atau b. Perencanaan pengadaan melalui Penyedia.
(5) Perencanaan pengadaan melalui Swakelola meliputi:
a. penetapan tipe Swakelola;
b. penyusunan spesifikasi teknis/KAK; dan
c. penyusunan perkiraan biaya/ Rencana Anggaran Biaya (RAB).
(6) Tipe Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a terdiri atas:
a. Tipe I yaitu Swakelola yang direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran;
b. Tipe II yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola;
c. Tipe III yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat
Daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Ormas pelaksana Swakelola; atau
d. Tipe IV yaitu Swakelola yang direncanakan oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan/atau berdasarkan usulan Kelompok Masyarakat, dan dilaksanakan serta diawasi oleh Kelompok Masyarakat pelaksana Swakelola.
(7) Perencanaan pengadaan melalui Penyedia meliputi:
a. penyusunan spesifikasi teknis/KAK;
b. penyusunan perkiraan biaya/RAB;
c. pemaketan Pengadaan Barang/Jasa;
d. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa; dan e. penyusunan biaya pendukung.
(8) Hasil perencanaan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimadimaksud pada ayat (4) dimuat dalam RUP
Bagian Kedua
Spesifikasi Teknis/Kerangka Acuan Kerja
(1) Dalam menyusun spesifikasi teknis/KAK:
a. menggunakan produk dalam negeri;
Pasal 19
b. menggunakan produk bersertifikat SNI; dan
c. memaksimalkan penggunaan produk industri hijau.
(2) Dalam penyusunan spesifikasi teknis/KAK dimungkinkan penyebutan merek terhadap:
a. komponen barang/jasa;
b. suku cadang;
c. bagian dari satu sistem yang sudah ada;
d. barang/jasa dalam katalog elektronik; atau e. barang/jasa pada Tender Cepat.
(3) Pemenuhan penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan produk bersertifikat SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sepanjang tersedia dan tercukupi.
Bagian Ketiga
Pemaketan Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 20
(1) Pemaketan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan dengan berorientasi pada:
a. keluaran atau hasil;
b. volume barang/jasa;
c. ketersediaan barang/jasa;
d. kemampuan Pelaku Usaha; dan/atau e. ketersediaan anggaran belanja.
(2) Dalam melakukan pemaketan Pengadaan Barang/Jasa, dilarang:
a. menyatukan atau memusatkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang tersebar di beberapa lokasi/daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya dilakukan di beberapa lokasi/daerah masing-masing;
b. menyatukan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifat dan jenis pekerjaannya harus dipisahkan;
c. menyatukan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang besaran nilainya seharusnya dilakukan oleh usaha kecil; dan/atau
d. memecah Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari Tender/ Seleksi.
Bagian Keempat
Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 21
(1) Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan pada tahap perencanaan pengadaan, persiapan
Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, dan/atau persiapan pemilihan Penyedia.
(2) Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh PA/ KPA/PPK dan/atau UKPBJ.
Bagian Kelima
Pengumuman Rencana Umum Pengadaan
Pasal 22
(1) Pengumuman RUP Kementerian/ Lembaga dilakukan setelah penetapan alokasi anggaran belanja. (2) Pengumuman RUP Perangkat Daerah dilakukan setelah rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(3) Pengumuman RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan melalui aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP).
(4) Pengumuman RUP melalui SIRUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditambahkan dalam situs web Kementerian / Lembaga/ Pemerintah Daerah, papan pengumuman resmi untuk masyarakat, surat kabar, dan/ atau media lainnya.
(5) Pengumuman RUP dilakukan kembali dalam hal terdapat perubahan/revisi paket pengadaan atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) / Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
BAB V PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA
Bagian Kesatu
Persiapan Swakelola
Pasal 23
(1) Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola meliputi penetapan sasaran, Penyelenggara
Swakelola, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan RAB.
(2) Penetapan sasaran pekerjaan Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PA/KPA.
(3) Penetapan Penyelenggara Swakelola dilakukan sebagai berikut:
a. Tipe I Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh PA/ KPA;
b. Tipe II Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA, serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola;
c. Tipe III Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh pimpinan Ormas pelaksana Swakelola; atau
d. Tipe IV Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh pimpinan Kelompok Masyarakat pelaksana
Swakelola.
(4) Rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK dengan memperhitungkan tenaga ahli/ peralatan/ bahan tertentu yang dilaksanakan dengan Kontrak tersendiri.
(5) Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat digunakan dalam pelaksanaan Swakelola tipe I dan jumlah tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Tim Pelaksana.
(6) Hasil persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam KAK kegiatan/ subkegiatan/ output.
(7) Rencana kegiatan yang diusulkan oleh Kelompok Masyarakat dievaluasi dan ditetapkan oleh PPK.
Pasal 24
(1) Biaya Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola dihitung berdasarkan komponen biaya pelaksanaan
Swakelola.
(2) PA dapat mengusulkan standar biaya masukan/keluaran Swakelola kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara atau kepala daerah.
Bagian Kedua
Persiapan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia
Pasal 25
Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia oleh PPK meliputi kegiatan:
a. menetapkan HPS;
b. menetapkan rancangan kontrak;
c. menetapkan spesifikasi teknis/KAK; dan/atau
d. menetapkan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan, jaminan pemeliharaan, sertifikat garansi, dan/ atau penyesuaian harga.
Pasal 26
(1) HPS dihitung secara keahlian dan menggunakan data yang dapat dipertanggungjawabkan. (2) HPS telah memperhitungkan keuntungan dan biaya tidak langsung (overhead cost).
(3) Nilai HPS bersifat terbuka dan tidak bersifat rahasia.
(4) Total HPS merupakan hasil perhitungan HPS ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). (5) HPS digunakan sebagai:
a. alat untuk menilai kewajaran harga penawaran dan/atau kewajaran harga satuan;
b. dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah dalam Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; dan
c. dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah 80% (delapan puluh persen) dari nilai HPS.
(6) HPS tidak menjadi dasar perhitungan besaran kerugian negara
(7) Penyusunan HPS dikecualikan untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan Pagu Anggaran paling banyak
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), E-purchasing, dan Tender pekerjaan terintegrasi. (8) Penetapan HPS paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir untuk:
a. pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi; atau b. pemasukan dokumen kualifikasi untuk pemilihan dengan prakualifikasi.
Pasal 27
(1) Jenis Kontrak Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas:
a. Lumsum;
b. Harga Satuan;
c. Gabungan Lumsum dan Harga Satuan;
d. Terima Jadi (Turnkey); dan e. Kontrak Payung.
(2) Jenis Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi terdiri atas:
a. Lumsum;
b. Waktu Penugasan; dan c. Kontrak Payung.
(3) Kontrak Lumsum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a merupakan kontrak dengan ruang lingkup pekerjaan dan jumlah harga yang pasti dan tetap dalam batas waktu tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. semua risiko sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia;
b. berorientasi kepada keluaran; dan
c. pembayaran didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan Kontrak. (4) Kontrak Harga Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kontrak Pengadaan
Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan harga satuan yang tetap untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu yang telah ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. volume atau kuantitas pekerjaannya masih bersifat perkiraan pada saat Kontrak ditandatangani;
b. pembayaran berdasarkan hasil pengukuran bersama atas realisasi volume pekerjaan; dan c. nilai akhir kontrak ditetapkan setelah seluruh pekerjaan diselesaikan.
(5) Kontrak Gabungan Lumsum dan Harga Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya gabungan Lumsum dan Harga Satuan dalam 1 (satu) pekerjaan yang diperjanjikan.
(6) Kontrak Terima Jadi (Turnkey) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan Kontrak Pengadaan Pekerjaan Konstruksi atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan ketentuan sebagai berikut:
a. jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan; dan
b. pembayaran dapat dilakukan berdasarkan termin sesuai kesepakatan dalam Kontrak.
(7) Kontrak Payung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan ayat (2) huruf c dapat berupa kontrak harga satuan dalam periode waktu tertentu untuk barang/jasa yang belum dapat ditentukan volume dan/atau waktu pengirimannya pada saat Kontrak ditandatangani.
Demikian tulisan tentang
Posting Komentar untuk "Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah"
Masukan dari Anda Terhadap Tulisan Kami Akan Sangat Kami Apresiasi. Terima Kasih dan Selamat Berpartisipasi!